Vaksinasi dan Ketidakpatuhan Masyarakat
![]() |
Penulis : M. Hestu Widiyastana |
Ganasnya Covid-19 masih mengintai keselamatan kita tanpa terkecuali, meskipun pemerintah telah melakukan program vaksinasi yang dimulai sejak 13 Januari lalu untuk membentuk Herd Immunity masyarakat yang ditargetkan akan rampung pada Desember 2021 hingga Maret 2022.
Sejauh ini pemerintah mengerahkan berbagai pihak termasuk TNI-Polri agar target vaksinasi Nasional tercapai, dalam pantauan release vaksin.kemenkes.go.id per 27 Agustus 2021 vaksinasi dosis 1 menyentuh angka 60,791,620 dosis (29,19%) sedangkan dosis 2 sebanyak 34,435,705 dosis (16,53%) dari total target Nasional, meskipun target dosis 1 belum mencapai 50 % dari target Nasional tapi setidaknya merupakan capaian yang baik dengan masih diimbangi upaya penyediaan dan distribusi ke berbagai wilayah.
Angka capaian vaksinasi tersebut bisa dikatakan baik dengan arti sampai saat ini telah banyak masyarakat yang sudah mendapatkan dan bersedia divaksin bahkan disusul suntikan vaksin dosis 2 yang telah mencapai 16,53 % dari target capaian Nasional, dorongan pemerintah terhadap masyarakat masih terus digalakkan agar masyarakat bersedia mengikuti vaksinasi, disisi lain vaksinasi menjadi masalah tersendiri bagi sebagian masyarakat, masih banyak ditemukan orang-orang yang tidak bersedia mengikuti vaksinasi dengan berbagai alasan.
Hasil survei BPS tentang survei perilaku masyarakat pada masa pandemi Covid-19 yang dilakukan 13 Juli – 20 Juli 2021, dalam survey yang digelar secara online tersebut mayoritas responden berada di Jawa Bali sebanyak 71,3% menunjukkan hasil sebanyak 20% masyarakat belum melakukan vaksin (nasional.kontan.co.id, diakses 27 Agustus 2021)
Melihat Bentuk Ketidakpatuhan Masyarakat.
Budaya kita menganggap tidak patuh atau membangkang menjadi sesuatu yang negatif, tidak patuh terhadap pemerintah dan tidak bersedia divaksin adalah salah, berbeda dengan patuh yang dianggap baik. Ketidakpatuhan merupakan suatu bentuk perilaku ekspresi dari dinamika psikologis, sedikit agak teoritis seorang Psikolog Sosial memberikan suatu teori tentang ketidakpatuhan, dalam pandangan Erich Fromm patuh terhadap sesuatu berarti tidak patuh pada sesuatu yang lain, sebab kepatuhan dan ketidakpatuhan keduanya berkelindan.
Fromm membagi dua bentuk kepatuhan, Heteronom Penyerahan diri pada penilaian atau kekuasaan orang lain dan Otonom kepatuhan dengan bentuk afirmasi diri (Ardi, 2021). Banyak masyarakat yang sampai saat ini tidak patuh terhadap anjuran vaksinasi bukan tanpa alasan. berdasarkan Survey BPS Sebanyak (15%) dari total (20% orang yang yang belum vaksin) tersebut memiliki alasan khawatir efek samping dan ketidakpercayaan terhadap efektivitas vaksin.
Banyak penulis jumpai orang-orang dengan keterbatasan pengetahuan terlebih mereka yang gagap teknologi menganggap vaksinasi Covid-19 merupakan tindakan dari niat jahat orang-orang yang ingin memperburuk keadaan, berbagai informasi menerpanya dan ditelan begitu saja tanpa disaring, mungkin mereka percaya pada teori konspirasi tapi sayangnya tidak diimbangi pengetahuan yang cukup sehingga berkesimpulan jauh dari yang sebenarnya.
Seorang emak-emak benar-benar tidak bersedia mengikuti vaksinasi setelah mendengar kabar adanya orang yang meninggal ditempat usai disuntik vaksin, padahal kabar tersebut tanpa sumber hanya berdasarkan jerene (katanya) yang beredar dari mulut kemulut, hal tersebut merupakan salah satu bentuk faktor yang bisa mempengaruhi kepatuhan, selain itu tidak sedikit pula orang-orang yang bersedia divaksin karena terpaksa (Heteronom) sebab sertifikat vaksin menjadi syarat aktivitas publik sehingga mau tidak mau mereka yang dihadapkan dengan kebutuhan ekonomi harus patuh terhadap anjuran vaksinasi.
Pengetahuan Jalan Kepatuhan
Perihal kepatuhan vaksinasi Covid-19 sebagaimana dalam pandangan Fromm seharusnya kepatuhan yang dibentuk merupakan kepatuhan Otonom bukan Heteronom. Kepatuhan yang muncul berasal dari kesadaran nurani masyarakat itu sendiri patuh terhadap protokol kesehatan dan anjuran vaksinasi sebab mereka merasa butuh dan bersedia karena keinginannya sendiri, bukan karena otoritas diluar dirinya yang bersifat memaksa.
Masyarakat yang tak lain menjadi ujung tombak dalam memutus rantai penularan Covid-19 selain itu juga menjadi penggerak pemulihan ekonomi sehingga selain harus tetap melakukan aktivitas ekonomi tetap harus mematuhi protokol kesehatan dan melakukan upaya preventif sebaik mungkin, disisi lain pemerintah dengan berbagai usaha dan kebijakan dalam mengatur pola perilaku masyarakat agar disiplin patuh protokol kesehatan, Vaksinasi, selain memberlakukan bukti vaksinasi sebagai syarat aktivitas publik dan kebijakan-kebijakan yang sifatnya memaksa masyarakat juga perlu diimbangi dengan peningkatan pengetahuan terkait covid-19 dan vaksinasi agar kesadaran muncul dengan sendirinya.